Pekanbaru, 29/12/2023. YLBHI-LBH Pekanbaru menggelar diskusi dan Peluncuran Catatan Akhir Tahun dengan tema “Jalan Nestapa Merebut Demokrasi” di Kantor YLBHI-LBH Pekanbaru yang dihadiri oleh media dan jaringan masyarakat sipil di Provinsi Riau. Catatan akhir tahun ini dipaparkan oleh Andi Wijaya, Direktur YLBHI-LBH Pekanbaru dan 2 orang penanggap, Satya Wira Wicaksana Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Riau serta Budy Utamy, dari kalangan penulis dan seniman. 

YLBHI-LBH Pekanbaru periode November 2022 hingga Oktober 2023 menerima 96 pengaduan dan 33 kasus diantaranya didampingi dengan Jumlah Penerima Manfaat sebanyak 7693 Orang yang tersebar di Provinsi Riau dan Kepulauan Riau yang beragam kasus yaitu kasus pidana, perampasan lahan, Pemutusan hubungan industrial, kasus kekerasan seksual dan kekerasan dalam rumah tangga serta kasus lingkungan hidup. Dalam kasus yang didampingi dominasi pelanggaran hak atas Ekonomi, Sosial dan Budaya serta hak atas bantuan hukum dan tidak sedikit juga hak atas rasa aman data pribadi. 

Dari pengaduan yang ditangani YLBHI-LBH Pekanbaru dilakukan advokasi secara litigasi sebanyak 20 kasus, 10 kasus Non Litigasi dan 6 kasus menggunakan litigasi dan non litigasi. Penanganan kasus secara litigasi terbagi dalam proses pidana sebanyak 12 kasus, perdata 7 kasus, Hubungan Industrial 4 kasus.

Secara gambaran umum data pengaduan kekerasan terhadap perempuan dan anak yang diterima LBH Pekanbaru sepanjang tahun 2023 berjumlah 19 kasus yang terdiri dari kategori kekerasan dalam ranah privat dan dalam ranah publik. “Kasus kekerasan dalam rumah tangga masih mendominasi kasus yang didampingi, timpangnya jurang relasi kuasa antara suami dan istri menyebabkan kekerasan dalam rumah tangga yang dialami istri”, kata Andi Wijaya, Direktur LBH Pekanbaru.

Situasi hak ekonomi, sosial dan budaya di Provinsi Riau sangat memprihatinkan terlihat dari pertambangan batubara di Peranap yang mengancam ruang hidup masyarakat khususnya masyarakat adat Talang Mamak di Indragiri Hulu. “Masyarakat adat dan lokal di Peranap, saat ini terancam dari kerusakan lingkungan hidup dan hilangnya lahan bahkan identitas masyarakat adat akibat pertambangan batubara” ucap Andi Wijaya

Para percari keadilan yang datang ke YLBHI-LBH Pekanbaru terdapat 33 jenis hak terdampak seperti hak sipil dan politik bagi individual, hak hidup, Hak atas persamaan di depan hukum, Hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya lainnya, Hak atas keamanan dan integritas pribadi dan lain-lain, dari 33 jenis hak terdampak tersebut didominasi oleh Hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya lainnya yaitu terdapat 30 orang yang terdampak. Kemudian fokus isu yang ada di YLBHI-Pekanbaru ada sebanyak 15 isu dan terbanyak penerima manfaatnya berada di isu Advokasi konflik Agraria yaitu sebanyak 7.005 penerima manfaat.

Tak hanya itu semua rentetan peristiwa pelanggaran terhadap hak yang terjadi, YLBHI-LBH Pekanbaru mencatat pelaku pelanggar hak tertinggi, berada pada klaster pasangan yaitu sebanyak 13 pelaku pelanggar hak dan diikuti pada urutan kedua pelaku pelanggaran hak dilakukan oleh Individu/kelompok dalam posisi yang memiliki kekuasaan dalam lingkungan keluarga/ domestik yaitu sebanyak 12 pelaku, jika melihat karakteristik klaster pelaku pelanggaran hak tersebut ternyata paling banyak dilakukan justru bukan dari pihak luar tapi oleh pihak terdekat atau memiliki hubungan kedekatan.  

Perlu diketahui Pelaku pelanggar hak lainnya berasal dari Pemerintah daerah, aparat kepolisian, Peradilan, dan pengusaha atau bos.

Dari semua isu yang ada di YLBHI-LBH Pekanbaru, setidaknya ada 3 isu atau kasus yang paling disoroti oleh publik, pertama adanya kasus pelanggaran terhadap kebebasan beragama dan berkeyakinan yaitu terjadi pembubaran paksa terhadap Gereja Bethel Indonesia (GBI) Gihon, pembubaran ibadah serta pencekalan terhadap aktivitas ibadah tersebut lagi-lagi karena persoalan perizinan, bahkan warga memasang spanduk penolakan kegiatan peribadatan jemaat GBI Gihon Marpoyan Damai Pekanbaru. Kedua pada 20 Februari 2023 terjadi pengeroyokan terhadap pendamping Korban Kekeraan Seksual yang kemudian para pelaku diperiksa di Polsek Tampan sebulan setelahnya dan hingga putusan para pelaku di vonis 1 tahun 10 bulan. Diduga pengeroyokan yang terjadi terhadap Rifqi yang juga mahasiswa FISIP UNRI, beririsan dengan kerja-kerja advokasi yang dilakukan untuk mendampingi Korban-korban Kekerasan Seksual di Universitas Riau. Sehingga luka berat dan dampak yang dialami tidak hanya sebatas persoalan tindak pidana, jauh dari itu serangan upaya membungkam Pendamping Korban Kekerasan Seksual. Kasus ketiga merupakan kasus yang paling menguras amarah karena telah terjadi tindakan brutal aparat di Rempang pada tanggal 7 September 2023 dan dipersiapkan yang seolah akan perang melawan rakyat, banyak korban berjatuhan karena tidak terkontrolnya personil gabungan menembakkan gas air mata dan water canon ke segala arah hingga mengenai anak-anak sekolah di Sekolah Menengah Pertama Negeri 22 Batam dan Sekolah Dasar 003 Galang, saat itu mereka sedang asik bermain dan belajar di sekolahnya, padahal saat itu Masyarakat adat tempatan Rempang datang untuk mempertahankan hak ruang hidupnya atau hak atas tanah leluhurnya dari proyek investasi strategis nasional atau proyek ecocity tersebut, saat itu sebanyak 1000 lebih personil gabungan yang diturunkan terdiri dari POLRI, TNI, DItpam Batam dan Sat Pol PP. 

Dari pemaparan dan catatan akhir tahun 2023 yang dipersembahkan oleh YLBHI-LBH Pekanbaru, Budy Utamy sebagai penanggap kegiatan Diskusi publik dan launching Catahu menyoroti adanya peristiwa kekerasan seksual, dengan menyampaikan. “Kekerasan seksual itu terus terjadi karena tidak ada sanksi yang diterima oleh pelaku padahal lebih dari itu, bisa saja terjadi hal yang jauh lebih buruk dari yang dialaminya. Kekerasan seksual dilakukan oleh orang-orang berpendidikan dan sikap masyarakat yang tidak berpihak pada korban”

Budy Utamy juga berpesan di tahun 2024 nanti, YLBHI-LBH Pekanbaru perlu menjangkau publik lebih luas termasuk juga pergerakan yang dilakukan dengan masif. 

Begitupun penanggap Satya Wira Wicaksana juga menyoroti kasus kekerasan seksual yang masih menjadi stigma buruk bagi korban di mata masyarakat. 

Melalui Catatan Akhir Tahun 2023, YLBHI-LBH Pekanbaru mengingatkan Pemerintah Indonesia untuk tidak bersikap represif sebagai konsekuensi  pemerintah yang katanya demokrasi dan harus mendengar jeritan warga negara serta    Pemerintah harus menghadirkan demokrasi yang dicita-citakan oleh rakyat selama ini bukan malah memberikan nestapa yang terus berulang dilakukan, sehingga mereka yang miskin, tertindas dan buta hukum tidak terus menjadi bulan-bulanan serakahnya Oligarki. 

CP: Wilton Amos (081275529144)