Sabtu, 07 Agustus 2015, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pekanbaru melaksanakan diskusi internal terkait mengenai polemik eksistensi berdirinya Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
Secara historis BPJS lahir berdasarkan UU No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS, dulunya bernama PT. Askes. BPJS terbagi 2, pertama, BPJS Ketenagakerjaan efektif beroperasi sejak tanggal 1 Juli 2014 dan kedua, BPJS Kesehatan efektif beroperasi pada tanggal 1 Januari 2014.
Telah berjalan selama 1 (satu) tahun lebih, BPJS berhasil menghimpun dana dari masyarakat untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang layak. Hal ini tidak merupakan bentuk tanggung jawab negara dalam hal memberikan pelayanan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia. “Negara bertanggung jawab atas pemenuhan hak pelayanan kesehatan, ini diatur didalam konstitusi”, kata Suryadi, SH, Mantan Direktur LBH Pekanbaru. “dengan lahirnya BPJS, adanya upaya pengalihan kewajiban negara”, jelas Suryadi.
Dalam Pasal 28 H UUD 1945 mengatakan cukup jelas bahwa secara tegas kesehatan merupakan tanggung jawab negara. Artinya negara wajib memenuhi pelayanan kesehatan bagi rakyatnya. Hal ini juga diatur lebih lanjut dalam UU tentang Kesehatan. Bahkan negara mengalokasikan minimal 5% dari APBN dan minimal 10% dari APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota. “Implementasikan kembali alokasi yang diberikan oleh negara ini, jangan membebani masyarakat lagi”, kata Andi Wijaya, SH, Advokat LBH Pekanbaru.
Dalam diskusi sore tersebut, LBH Pekanbaru juga mencatat beberapa persoalan mengenai lahirnya BPJS yaitu sebagai berikut :
1. Negara seakan-akan mengabaikan tanggung jawab yang telah diamanatkan UUD 1945;
2. Adanya upaya swastanisasi untuk pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh negara ini;
3. Adanya upaya negara untuk mengalihkan tanggung jawab terhadap rakyat;
4. Seharusnya negara harus mengimplementasikan dan mengefektifkan alokasi minimal 5% dari APBN dan Minimal 10% dari APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota.